Minggu, 20 Januari 2008

Transformer on 2008

Bau tanah basah yang menyegarkan menyelimutiku kala ku letakkan jari-jariku diatas keyboard kompie kerja. Hujan memang mengguyur jogja akhir-akhir ini, memberi kesejukan bagi sebagian orang dan memberi kesan buruk bagi sebagian yang lain. Selintas dalam pikiranku teringat pepatah lama “mempertahankan jauh lebih sulit daripada memperoleh”. Pepatah ini terlintas begitu saja dalam stagnasi perburuan kami atas reward dari Bapak. Kami yang menempati legenda bayonet harus berusaha keras untuk memikul beban pamor dan kesenioritas bayonet soedirman. Stagnasi itu yang terus terngiang ditelingaku akhir-akhir ini. Yang akhirnya mendaratkan pemikiranku pada jalan buntu yang bagai lubang tak tembus, diantara berbagai cabang jalan yang lain.

Selama itu pula tak kusadari interpretasi lain dari pepatah tersebut. Bukankah mempertahankan lebih sulit daripada memperoleh, mungkin kalau kita cermati pepatah tersebut bisa juga berujar seperti ini, “Memperoleh lebih mudah daripada mempertahankan” yang kuambil asumsi sebagai berikut, kita harus mengembangkan diri sendiri dengan berbagai tantangan atau challenge dari dalam kita sendiri ataupun dari luar agar kita tidak terjebak pada suatu kondisi yang disebut stagnasi. Dengan begitu kita akan memperoleh sesuatu setiap saat dan tak akan merasa sulit ataupun repot-repot untuk mepertahankannya, sebab kita memiliki keinginan meperoleh yang lebih besar dan lebih baik. Bukannya kita tidak puas akan sesuatu yang kita peroleh, tetapi bukankah lebih bagus untuk memperoleh sesuatu yang lebih besar dan lebih baik. Mungkin inilah yang disebut agresivitas yang sering dikatakan oleh diajeng jatu padaku beberapa saat yang lalu.

Dan baik buruknya agresivitas kembali lagi pada diri kita sendiri. Darimanakah kita akan memandang hal tersebut. Seperti sebuah buku yang mempunyai sampul berwarna hitam dan berisikan halaman-halaman yang berwarna putih. Jika kita hanya melihat buku tersebut dari sudut luar maka asumsi yang pertama muncul adalah buku yang berwarna hitam, akan tetapi jika kita hanya memandang buku tersebut dari halaman isinya maka asumsi yang muncul adalah buku tersebut berwarna putih. Kita tidak akan pernah tahu buku tersebut adalah buku bersampul hitam yang memiliki isi yang putih kalau kita tidak melihat sisi keseluruhan buku tersebut.

Pendekar cupu lereng menoreh

Danke auf wiedershien..^_^

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Tiak, filosofis banget sih tulisan-tulisan kamu. Kenapa kemarin Didi ke Jakarta kamu ndak ikut? Sukses ya untuk kamu dan tim bayonet sudirman